My Love Ikang Fawzi, Zulkieflimansyah, Marissa Haque, Ikang Fawzi Pilkada Banten 2006

My Love Ikang Fawzi, Zulkieflimansyah, Marissa Haque, Ikang Fawzi Pilkada Banten 2006
My Love Ikang Fawzi, Zulkieflimansyah, Marissa Haque, Ikang Fawzi Pilkada Banten 2006

Dosen di IEF USAKTI, Dr.Hj. Marissa Haque Fawzi, SH, MHum, MBA.jpg

Dosen di IEF USAKTI, Dr.Hj. Marissa Haque Fawzi, SH, MHum, MBA.jpg
Dosen di IEF USAKTI, Dr.Hj. Marissa Haque Fawzi, SH, MHum, MBA.jpg

Lagu & Syair: "Salam Terakhir" Versi Pertama karya Ikang Fawzi (suami Marissa Haque)

Get More Songs & Codes at www.stafaband.info
Lagu & Syair: "Salam Terakhir" Versi Pertama karya Ikang Fawzi (suami Marissa Haque)

Upaya Membingkai Politik dengan Hukum dalam Spirit Menjujurkan Keadilan (2006-2010)

Selasa, 22 November 2011

Waddduuuh... No Commet Deh!

MK Menangkan Ratu Atut-Rano Karno

Ratu Atut dan Rano Karno tetap dikukuhkan sebagai Gubernur-Wagub Banten terpilih.

Selasa, 22 November 2011, 18:31 WIB
Arry Anggadha, Nur Eka Sukmawati
VIVAnews - Mahkamah Konstitusi akhirnya memenangkan pasangan Gubernur Banten terpilih Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno atas sengketa Pemilihan Kepala Daerah Banten.

"Menolak permohonan untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Konstitusi, Mahfud MD di Gedung MK, Jakarta, Selasa 22 November 2011.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan bahwa tuduhan penggelembungan suara melalui software sudah dibantah KPU Banten. Karena KPU Banten dalam menghitung surat suara menggunakan cara manual.
"Adapun penggunaan software program excel hanya untuk memudahkan penghitungan, tidak sampai menambah suara pasangan Ratu Atut-Rano Karno," ujar anggota Majelis Konstitusi, Akil Mochtar.

Menurut Akil, tudingan itu tidak relevan, sebab Mahkamah sudah melakukan penghitungan ulang dan tidak menemukan perbedaan seperti yang dituduhkan pemohon. “Dalil pemohon tidak terbukti menurut hukum,” ujarnya.

Dengan putusan itu, MK mengukuhkan pasangan Ratu Atut-Rano Karno yang sebelumnya dimenangkan KPU Banten.

Sebelumnya, kemenangan Ratu Atut Chosiyah dan Rano Karno digugat tiga pihak ke Mahkamah Konstitusi. Para pemohon di antaranya adalah dua pasangan yang kalah pada Pemilukada Banten yaitu Wahidin Halim dan Irna Narulita, serta Jazuli Juwaini dan Makmun Muzakki. Satu pemohon lainnya adalah calon yang sempat maju namun tak lolos verifikasi, Dwi Jatmiko dan Tjejep Mulyadinata.

Beberapa pelanggaran dituduh dilakukan Atut dan Rano antara lain: penghilangan jumlah pemilih, duplikasi pemilih, manipulasi surat suara form C-1, penggunaan software untuk menambah suara, penggelembungan suara ketika pemungutan suara, pengerahan birokrasi pemerintah, kampanye hitam, mobilisasi "pemilih siluman", politik uang, dan intimidasi terhadap pendukung calon tertentu.

• VIVAnews

"Waddduuuh... No Commet Deh!"

Senin, 21 November 2011

Sama Birunya: IPB & Usakti

Sumber: http://marissa-haque-maafkan-ikhlaskan.blogspot.com/

Ketika IPB kupilih menjadi wadah mengasah kognisi-afeksi-psikomotorik beberapa tahun silam, banyak yang tersenyum sinis padaku. Dan bahkan Prof.Dr. Jimly Assidiqi mantan Ketua MK dan Gubur Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, saat saya dan Yasmin Mumtaz sepupuku (salah seorang produser di Trans TV) bertandang ke rumahnya menyatakan, bahwa saya tidak fokus pada bidang kompetensi utama saya yaitu Ilmu Hukum. Ketika saya sedang mengagumi lukisan bulu ayam bergambarkan wajah diri beliau dan keluarga yang terpasang di ruang tengahnya, Prof.Jimly sekaligus melengkapi ekspresinya dengan mengatakan bahwa saya terlalu banyak membaca. “Ayo fokus Marissa…,” kata beliau saat itu. Hehe… saya tidak pernah melupakan konversasi saya dengan beliau di rumah dinasnya saat itu. Prof. Jimly mungkin lupa, bahwa saya bukan mahasiswanya di FH UI. Bahwa saya ke rumah beliau karena sedang jalan bersama Yasmin Mumtaz yang pernah dibimbing beliau dalam kaitan thesis MH jurusan Kenegaraan di Universitas Indonesia.
 
Saya tidak pernah marah pada komentar Prof.Jimly, hanya saja saat itu saya merasa kurang nyaman di hati. What’s wrong with banyak membaca? Dan kenapa saya dianggap atau terlihat ‘tidak atau kurang pantas’ untuk menyelesaikan S3 saya di IPB Bogor? Bukankah SMA saya dulu di SMA Negeri 8 Bukitduri, Tebet (Sekolah SMA terbaik se Indonesia) dari jurusan IPA? Hanya karena saya ingin jadi sarjana sembari jadi artis film top saja makanya saya memilih Fakultas Hukum yang cara belajarnya bisa mobile dan lentur. Dan disaat lulus dulupun saya masuk dalam kategori tiga besar, dan dapat pujian!

Namun, sekarang saya mulai dapat mengerti apa yang dikatakan beliau, ketika saya mulai serius mempersiapkan ini dan itu bagi cum pengabdian untuk professorship kelak, bahwa kalau tidak linier dalam sati wilayah studi yang sama, tidak akan diakui oleh Kemndikbud. Saya memang harus mampu menyarikan seluruh bidang keilmuan yang telah didapatkan dari jalur pendidikan resmi selama ini. Dan karena S1 nya dari Fakultas Hukum, maka walau S3 selesai dari IPB pun, saya kelak harus tetap sekali lagi mengambil S3 yang ke dua. Yaitu di bidang Ilmu Hukum. Entah dari FH UI atau FH Unpad, tergantung nanti bagaimana rezekiku saja mengalirnya. Lalu karena kompetensiku sekarang berada juga di wilayah ekonomi-bisnis dan hukum bisnis, maka nanti S3 Ilmu Hukum berikutnya akan berada dalam wilayah arsiran Bidang Hukum-Ekonomi. Entah berlandaskan Kenegaraan seperti Prof. Jimly Assidiqi atau Prof. Mahfud MD, atau berlandaskan Pidana seperti Prof. Romli dari FH Unpad. Lalu saya juga harus mempersiapkan jawaban kalau bertemu Prof. Jimly lagi dan beliau akan bertanya kembali, semisal “… jadi S3 kamu dari IPB buat apa?” Maka jawabanku adalah untuk “CARA BERPIKIR LOJIK-SISTEMIK.” 

Saya pikir itu adalah keunggulan mahasiswa pasca sarjana dengan background Ilmu Sosial yang masuk ke dalam ranah pendidikan eksakta! KUALITATIF yang DIKUANTIFIKASI, dan hal tersebut yang selama ini tidak pernah saya temukan dalam pendidikan Ilmu Hukum dengan sebagian besar pendekatan deskriptif-analisis ataupun analisis-konten. IPB adalah KATALIS PERTAMAKU yang MAMPU ME-LEVERAGE POSISIKU pada JAJARAN INTELEKTUAL BARU INDONESIA. Terimakasih banyak IPB… walau apapun yang pernah terjadi di dalamnya, namamu tetap akan kujunjung sampai mati kelak. Malah kalau mungkin ingin semakin kuharumkan namamu sebagai sebuah institusi pendidikan respectable di Indonesia.

Lalu apa signifikansinya dengan Indonesia? Well… saya ingin menjadi seorang negarawan, walau tidak selamanya harus ‘duduk’ pada suatu posisi strategis tertentu di negeri ini. Caranya? Tentu beragam… yang penting berada dalam jalan yang diridhoi Allah Azza wa Jalla serta selalu bersyukur dengan apa yang telah di’titipkan’-Nya kepada kita. Insya Alah demikian adanya…

 Biru IPB Ku Tercinta: Marissa Haque Fawzi

Menjujurkan keadilan dan membingkai politik dengan hukum! Kejujuran, prestasi, sopan dan santun, serta kendali diri.”

Senin, 14 November 2011

Marissa Haque: Seperti di Riau, Mengerikan Kalau Negara Tak Sanggup Menyentuh Kriminal Korupsi Birokrat Propinsi Banten (Diduga)

 

DUGAAN KORUPSI: Ratu Atut Chosiyah Dilaporkan ke KPK
Icha Rastika | Latief | Rabu, 28 September 2011 | 19:26 WIB
ICHA RASTIKA Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Aliansi Independen Peduli Publik (AIPP) melaporkan Gubernur Provinsi Banten, Ratu Atut Chosiyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (28/9/2011). 
JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Aliansi Independen Peduli Publik (AIPP) melaporkan Gubernur Provinsi Banten Ratu Atut Chosiyah, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (28/9/2011). Atut dianggap bertanggung jawab atas pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial Provinsi Banten 2011 yang diduga telah diselewengkan.

Paling tidak, ada sepuluh lembaga penerima hibah diduga fiktif di beberapa daerah. Total anggaran untuk lembaga fiktif tersebut sebesar Rp 4,5 miliar.
-- Abdullah Dahlan

”Dalam laporan itu, disebut inisial RAC (Ratu Atut) dan EK (Engkos Kosasih),” ujar peneliti dari Divisi Politik ICW, Abdullah Dahlan, di Gedung KPK, Rabu (28/9/2011).

Pemrov Banten diketahui menyalurkan dana hibah sebesar Rp 340 miliar ke 221 organisasi, forum masyarakat, dan instansi negara, serta menyalurkan dana bansos senilai Rp 51 miliar ke 160 lembaga.

Menurut Abdullah, ada lima jenis penyimpangan dalam pengelolaan program hibah dan bansos yang totalnya Rp 391 miliar itu. Penyelewengan pertama, dana hibah itu diberikan kepada lembaga-lembaga fiktif.

”Paling tidak, ada sepuluh lembaga penerima hibah yang diduga fiktif di beberapa daerah. Total anggaran untuk lembaga fiktif tersebut sebesar Rp 4,5 miliar,” katanya.

Perwakilan AIPP, Uday Suhada, menambahkan, dari 18 organisasi penerima hibah, hanya lima yang terdaftar sebagai organisasi formal.

”Di luar lembaga yang bersangkutan tidak diketahui legal atau tidak. Padahal, lembaga penerima hibah harus berbadan hukum, setidaknya tiga tahun,” ungkap Uday.

Penyelewengan kedua, lanjut Abdullah, sejumlah lembaga penerima hibah memiliki alamat yang sama.

”Setidaknya, ada delapan penerima hibah yang memiliki alamat sama, yaitu di Jalan Bridgen Syam'un, Kota Serang, dan empat lembaga dengan alamat sama, yaitu Jalan Syekh Nawawi Albantani Palima, Serang,” paparnya.

Padahal, dana hibah itu seharusnya diterima oleh lembaga-lembaga yang jelas nama dan alamatnya.
”Alokasi dana untuk masing-masing lembaga di Jalan Bridgen KH Syam'un sebesar Rp 22,5 miliar dan yang di jalan Syekh Nawawi total Rp 6,4 juta,” kata Abdullah.

Penyelewengan ketiga, dana tersebut dialirkan ke lembaga-lembaga yang dipimpin oleh keluarga gubernur.

”Mulai dari suami, kakak, anak, menantu, dan ipar,” ucap dia.

Abdullah mencontohkan, Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) yang dipimpin suami Ratu Atut, Hikmat Tomet.

”Total hibah yang masuk ke lembaga yang dipimpin keluarga gubernur mencapai Rp 29,5 miliar,” ujarnya.

Keempat, dana hibah ini juga diduga telah dipangkas. Jumlah dana hibah yang diterima lembaga penerima tidak sesuai dengan pagu yang ditetapkan Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Banten.

”Contohnya, Lembaga Kajian Sosial dan Politik (Laksospol) Pandeglang. Dalam daftar penerima, lembaga itu memperoleh hibah Rp 500 juta. Tapi, surat pernyataan Ketua Laksospol Ayie Erlangga, mereka hanya terima Rp 35 juta,” papar Abdullah.

Adapun kerugian dari pemotongan tersebut mencapai Rp 925 juta. Terakhir, sebagian besar penerima bantuan sosial itu tidak jelas.

”Dari 160 penerima dana bansos, pemerintah daerah hanya mencantumkan 30 nama lembaga atau kepanitiaan dan tidak didukung alamat jelas,” ujar Abdullah.

Oleh karena itu, ICW dan AIPP meminta KPK melakukan penyelidikan terhadap pemberian dana bansos dan hibah tersebut. Dikhawatirkan, lanjut Abdullah, pemerintah daerah menjadikan kebijakan publik sebagai instrumen modal politik. Terlebih, ICW melihat bahwa alokasi dana hibah dan bansos Provinsi Banten terus meningkat dalam tiga tahun terakhir.

”Kenaikannya fantastis, pada 2009 totalnya mencapai Rp 74 miliar, tapi pada 2011, menjelang pilkada meningkat Rp 391 miliar,” tukasnya.
 

Tragedi Trisaksti, Almamater Marissa Haque

Tragedi Trisaksti, Almamater Marissa Haque
Universitas Trisakti Jakarta, Dalam Tragedi 13-14 Mei 1998, adalah Almamater Marissa Haque

Entri Populer