My Love Ikang Fawzi, Zulkieflimansyah, Marissa Haque, Ikang Fawzi Pilkada Banten 2006

My Love Ikang Fawzi, Zulkieflimansyah, Marissa Haque, Ikang Fawzi Pilkada Banten 2006
My Love Ikang Fawzi, Zulkieflimansyah, Marissa Haque, Ikang Fawzi Pilkada Banten 2006

Dosen di IEF USAKTI, Dr.Hj. Marissa Haque Fawzi, SH, MHum, MBA.jpg

Dosen di IEF USAKTI, Dr.Hj. Marissa Haque Fawzi, SH, MHum, MBA.jpg
Dosen di IEF USAKTI, Dr.Hj. Marissa Haque Fawzi, SH, MHum, MBA.jpg

Lagu & Syair: "Salam Terakhir" Versi Pertama karya Ikang Fawzi (suami Marissa Haque)

Get More Songs & Codes at www.stafaband.info
Lagu & Syair: "Salam Terakhir" Versi Pertama karya Ikang Fawzi (suami Marissa Haque)

Upaya Membingkai Politik dengan Hukum dalam Spirit Menjujurkan Keadilan (2006-2010)

Kamis, 20 Desember 2012

Dari IEF USAKTI Terus Lanjut dengan FE UMB di Bengkulu: Marissa Haque Fawzi

KULIAH UMUM PENGEMBANGAN EKONOMI SYARI’AH UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Fakultas ekonomi  universitas muhammadiyah bengkulu, kemarin pada tanggal 11 Desember 2012, bertempat di auditorium kampus II UMB, jl salak raya pada pukul 13:30 wib menngadakan kuliah umum tentang ekonomi syariah, acara ini diharapkan sebagai cikal bakal akan dibukanya Program Studi Ekonomi Syari’ah di Fakultas Ekonomi – UMB Dimana sebagai narasumber pada kuliah umum ini yaitu Dr. Hj. Marissa Grace Haque, SH, MHum, M.BA yang disela kesibukan beliau berkenan untuk memberikan materi kuliah umum ekonomi syariah untuk fakultas ekonomi – UMB (Universitas Muhammadiyah Bengkulu).
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi segenap civitas akademika fakultas ekonomi – umb, Pada kesempatan kuliah umum kali ini, dihadiri oleh rektor umb yaitu bapak Dr. H. Khairil beserta ke-empat purek umb, antusias peserta sangat terlihat dengan penuh sesaknya ruangan auditorium oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi – UMB. Suasanan di acara tersebut walau penuh sehingga suhu nya menjadi panas, namun acara berlangsung dengan semangat, hal ini membuat waktu tak terasa berjalan telah pukul 16:30.  Acara tersebut ditutup dengan seksi tanya jawab.
Sebelum meninggalkan kampus II– UMB pihak panitia dan narasumber berbincang – bincang ringan di ruang rektorat, tak lupa pula sebagai kenang – kenangan civitas akademik FE – UMB memberikan oleh– leh khas bengkulu. Kepada ibu Dr. Hj. Marissa Grace Haque,SH, MHum, M.BA segenap civitas akademik Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Bengkulu mengucapkan terima kasih banyak atas kedatangan ibu dan kuliah umum yang telah ibu sampaikan. Kami berharap meninggalkan kesan yang baik dan juga berharap suatu saat nanti. Ibu berkenan hadir kembali dalam acara yang lain.

Jumat, 14 September 2012

Marissa Haque Fawzi: Terimakasih Banyak Bang Karni Ilyas & Mas Sudjiwotejo

Di TV One, Dr.Hj. Marissa Haque Ikang Fawzi ILC (Indonesias's Lawyer Club)

Marissa Haque Fawzi: Terimakasih Banyak Bang Karni Ilyas & Mas Sudjiwotejo

Senin, 27 Agustus 2012

Marissa Haque Fawzi: "Indonesia's Cinematic Art Stumble and Surge"

Indonesia's Cinematic Art Stumble and Surge
 
World Paper, New York, USA
June, 2001


By. Marissa Haque Fawzi
An Indonesia Actress, is in Residence at Ohio University

 
Indonesia as a country among many countries in the world, cannot escape of the effect of globalization. More specially, the Indonesia film industry is influenced and shaped by the cultures and trends of many other nations. This assimilation necessary and positive for progress and increased quality as long as an individual maintains his/ her own touch, so to speak. This process is guaranteed by the fact that our world grows smaller everyday and the boundaries that once existed are no more.

The father of Indonesia film, Mr. Haji Usmar Ismail, was the first Indonesia artist to graduate from the School of Film at the University of California Los Angles as early as the 1940s. Generations to follow in the 1970’s were strongly predisposed to Russian production style and technique with Indonesian graduate from Moscow University such as Syumandjaja and Amy Priono.

Many artists to follow, Producers and Directors are products of Indonesia education and training. Their work, also distinguished, is colored by local wit and wisdom. A result of their efforts has been “Edutainment” or educational entertainment for the Indonesian citizen.

The only trouble with this is seen in the extremely small ratio of these artists in relation to the population of Indonesia, which far exceeds 200 million. If the love of money is the root of all evil it has also been the demise of the film industry in Indonesia. Many Directors viewed the production of movies as a monetary printing press.

The typical Indonesian film left nothing for the viewing public; there was no moral message and no real meaning. By the end of 1980s the film industry has stagnated and come to screeching halt. The Indonesia government further stifled the industry’s creativity and quality, and the differences from one film to the next became almost impossible to discern. It was a frustrating time for the movie-going public and even exasperating for those production teams that sought to create.

In 1990s gave us Garin Nugroho. As a young man, he graduated from University of Indonesia with a degree in Law and attended Indonesia’s Institut Kesenian Jakarta (Indonesian Art Institute). Garin Nugroho was determined to create new standard, and in the mid-1990s he began work. Nugroho presented an Eastern European style of production. Many Indonesian viewers did not understand this style of production and found the storylines difficult to follow, but his works have been honored (and have placed) at almost every international film festivals in which those have appeared.

Toward the end of 1999, a group of young Indonesian film graduates that, to date, do not wish to be identified with other movie production teams, came together to produce. They represent the new techno generation, seeking something new and different from all who came before them, and it is known to Indonesians today as the movie Kuldesak. This independent production team used a grassroots style marketing strategy throughout production. The film smacks of Quentin Tarantino. The theme song from thia movie was also honored by MTV at the MTV awards 2000 in New York.

The year 2000 was phenomenon for Rivai Riza (Film Director), Mira Lesmana and Triawan Munaf (Co Producers) with their award-winning production Petualangan Sherina or the Adventures of Sherina. The British honored this production with the presentation of the British Chavening Award Scholarship to Riza. This is only logical because Riza finished his Master of Arts in screenwriting at a British Institution in 1999. Riza ia rich with British style.

What do we see in the future of the Indonesian film industry? What style do we hope will prevail? There are so many possibilities, but that which cannot be denied and is clear to even those who would close their eyes is that American films are shown on every channel of Indonesian television and fill Indonesian theatres. In this lies an undeniable answer.

We are also aware that American film is a collection of assimilations from across the world. Thus we come full circle of globalization and interdependent world in which we live. We will, each and every one of us, learn from all of those around us without exception, if we hope to progress. This is a continual process that will go on for as long as we breathe.
Marissa Haque Fawzi: "Indonesia's Cinematic Art Stumble and Surge"




Kamis, 23 Agustus 2012

Marissa Haque dari Dominika Dittwald: "We Learn Everything from Everybody"

Sumber: http://dominikadanmarissa.blogdetik.com/2012/08/23/marissa-haque-dari-dominika-dittwald-learn-everything-from-everybody/

Pada saat kita di luar Indonesia, tentu setiap detik adalah saat memulung ilmu, benar yang dikatakan oleh karibku Dominika Dittwald bahwa we learn everything from everybody. Kesukaan kami dalam hal membaca memang klop satu sama lainnya.

Namun karena Bahasa Inggris adalah bahasa ibu dari Dominika (selain Perancis dan Polandia), maka saya selalu tertinggal dalam hal capaian jumlah buku yang telah habis kami baca setiap minggunya. Dan saya jadi hampir selalu mentraktirnya minum susu-coklat panas di cafetaria dekat kampus kami, karena hampir selalu kalah 'taruhan'. Kami memilih minum susu-coklat atau moccacino karena Dominika faham saya Muslimah dan tidak meminum alkohol (walau saat itu saya masih on-off-on-off pakai kerudung terutama pasca kejadian September 11).

73f4ab76adc19934a270a9718bfc0140_marissa-grace-haque-fawzi-graduate-student-of-school-of-film-ohio-university-athens-ohio-2001_600x489

Seingatku Dominika sering mengucap nama Sir Ken Robinson yang mengatakan: "... never confuse knowledge with common sense...". Robinson adalah seorang pendidik revolusioner yang mengatakan bahwa ada fakta yang menyebutkan (tahunnya saya lupa) bahwa 98% anak di Amerika Serikat lahir dengan kemampuan "divergent thinking." Dan hal itu membuat mereka 'tidak ada matinya' di dalam mencari solusi terhadap setiap permasalahan yang mereka hadapi!

Tak heran selama kami sekolah film di School of Film, Ohio University, Athens, USA kami selalu hampir setiap hari dicekoki kalimat "...there is no room for mistakes!" Knowledege comes but wisdonm lingers. Knowledge is power, the more you know, the more powerful you become. Uang, harta, dan jabatan dapat hilang, namun melalui ilmu Allah, nalar, kasih, dan kepedulian akan remain sustainable...insya Allah...

Di dalam Bahasa Latinnya kurang-lebih adalah begini: " Tamdiu discendum est, quamdlu vivas"... 

Bismillahirrahmannirrahiiim...

Marissa Haque dari Dominika Dittwald: "We Learn Everything from Everybody"

Rabu, 29 Februari 2012

Marissa Haque Fawzi: "Dasar Ilmu Hukum dari FH Universitas Trisakti Membawaku jadi Doktor Ilmu Lingkungan Berbasis Sistem & Hukum Pidana IPB-PSL"

Thursday, March 01, 2012 07:50 AM

Entertainment

Marissa Grace Haque Graduates with a Doctorate

Theresia Sufa, The Jakarta Post, Bogor | Wed, 02/29/2012 4:53 PM
Marissa Grace Haque. (Courtesy of the Bogor Institute of Agriculture)
Marissa Grace Haque. (Courtesy of the Bogor Institute of Agriculture)Celebrity Marissa Grace Haque graduated with a doctorate from the Bogor Institute of Agriculture’s (IPB) natural resource management and environment studies on Wednesday.

“I am majoring in environmental study focusing on illegal logging. The research was conducted in Riau because it is the sexiest region, geographically,” Marissa said after the graduation ceremony inside Grawida Hall at the Darmaga campus in Bogor.



When asked why she chose environmental studies, the wife of rock-star Ikang Fawzi said that it was because of her academic background in legal and business studies.

“My thesis statement was ‘crime is driven by economy, while the vehicle is politics’,” she said.

She also said that she would leave for East Timor on March 5 after being invited by the country’s agriculture and women’s empowerment ministries to commemorate World Women’s Day.

Marissa said that she would stay in East Timor for 10 days, while being involved in various discussions related to environmental and women’s empowerment issues.

“Environmental issues are very important because there are three things which can make human survive: water, air and food,” she said.

“These three things are getting reduced. Water sustainability is already damaged while food is getting scarcer due to the bigger population.” (nvn)

Source: http://www.thejakartapost.com/news/2012/02/29/marissa-grace-haque-graduates-with-a-doctorate.html


"Marissa Haque Fawzi: REUNI dengan Teman-teman Program Doktor IPB (2012)"

Selasa, 07 Februari 2012

"Hari Ini Saya Masih Diserang oleh Dee Kartika Djumadi (Diduga Penjahat Cyber): Mohon Dibaca oleh Dr. Arif Satria, Prima Gandhi (HMI), Alvin Adam (Just Alvin), Addie MS & Memes"

Berikut bahan untuk Alvin Adam cs di Metro TV  untuk Acara "Just Alvin."

Sampai detik ini tertanggal 7 Februari 2012, saya yang bernama Marissa Grace Haque Fawzi masih merasakan serangan cyber-bully dari yang diduga bernama Dee Kartika Djumadi. Saya sedang berpikir keras "harus diapakan" orang yang bersangkutan tersebut agar berdampak jera. Karena sejujurnya saya dan keluarga merasa sangat terganggu! Allahu Akbar...


Untuk mengetahui siapa yang bersangkutan pelaku teror cyber tersebut (diduga bernama Dee Kartika Djumadi) dan kualitas manusia seperti apa dirinya itu, alangkah baiknya kita semua pelajari informasi dari seorang sahabat bernama Mas Sony Kusumasondjaja FORUM KAHMI di DIKTI, sebagai berikut di bawah ini:


Sent: Tuesday, January 17, 2012 7:47 PM
Subject: tentang kartika dee

  Assalamualaikum wr.wb.
Dear rekan-rekan Diktiers,

Mungkin sebagian rekan Diktiers sempat mendengar adanya konflik yang melibatkan artis lawas yang saat ini masuk ke dunia politik - Marissa Haque. Konflik yang sedang hangat muncul di tayangan infotainment Indonesia tersebut memang bersumber pada Marissa Haque sedang terlibat perang di media Twitter dengan musisi senior, Addie MS - beserta istrinya, Memes, dan putranya, Kevin Aprilio. Namun, mungkin tidak banyak yang paham, bahwa konflik tersebut bermula dari ketersinggungan Marissa Haque yang dituding oleh seseorang di media Twitter juga. Tuduhan tersebut mengatakan bahwa disertasi Marissa Haque di Program S3 IPB sebenarnya tidak layak diluluskan karena dibuatkan orang lain. Nah, masalah menjadi berkembang ke mana-mana bahkan sampai melebar ke konflik pribadi antara Marissa Haque dengan keluarga Addie MS. Bagi yang ingin memahami kronologis kisahnya, silakan mengunjungi/membaca notes yang saya tulis di Facebook saya yang berjudul "Sebuah Catatan tentang Perang Kamseupay". Nah, di sini saya tidak akan mengupas masalah kehidupan selebritis kita yang memang seringkali tidak bisa masuk dalam nalar saya. Saya ingin menyoroti soal tuduhan kepada Marissa Haque tentang disertasinya; lebih tepatnya menyoroti tentang "siapa sebenarnya yang melontarkan tuduhan tersebut". 
 
Tuduhan tersebut dilontarkan oleh seseorang bernama Dyah Kartika Rini Djoemadi. Siapa beliau..? Beliau adalah aktivis di berbagai organisasi profesi, termasuk DPP HIPMI dan KADIN Indonesia. Beliau juga (pernah) aktif di Partai Amanat Nasional dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Komunikasi Kreatif PP PAN pada sekitar 2007. Beliau memiliki perusahaan konsultan kebijakan publik bernama SpinDoctor Indonesia. Dan beliau juga (pernah) menjabat sebagai senior fellows/experts di Paramadina Public Policy Institute, serta sebagai Dosen Pascasarjana di perguruan tinggi di Jakarta, termasuk di Universitas Indonesia. 
 
Yang menjadi persoalan adalah bahwa Ibu Dyah Kartika Rini Djoemadi - atau biasa dipanggil Kartika Djoemadi atau Dee Kartika - dalam berbagai kesempatan menyebut dirinya sebagai lulusan PhD di bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam, Belanda. Hal ini bisa teman-teman baca dan lihat sendiri dalam print-out berbagai situs di Internet yang saya rangkum dan saya attach di postingan ini. Pengakuan sebagai lulusan PhD dari Amsterdam ini cukup aneh, karena pada April 2007, beliau masih menyebut dirinya sedang “menyelesaikan Program Doktoral di bidang Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia” (lihat attachment “Dee Kartika di Media Massa4”), dan pada Februari 2009, beliau juga menyatakan “masih menyelesaikan disertasi di S3 Komunikasi UI” (lihat attachment “Dee Kartika di Media Massa5”). Namun, pada bulan September 2011, di website Paramadina Public Policy Institute, pada halaman profil Senior Fellows/Experts di Institut tersebut, beliau menyebut diri sebagai PhD in Macro Economic from University van Amsterdam, the Netherland (lihat attachment “profil Paramadina Public Policy Institute (lama)”). Lalu, dalam berbagai profil beliau – mulai dari situs LinkedIn, MySpace, profil pendiri (founder) di website perusahaan SpinDoctors, profil Board of Director di website perusahaan SpinDoctors, dan lain-lain, beliau selalu menyebut diri sebagai PhD di bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam. Semua informasi yang menjadi bukti-bukti statement ini sudah saya lampirkan dalam attachment
 
Nah, pada tanggal 2 Januari 2012, seorang rekan PhD student yang sedang menempuh studi di Leiden University bernama Buni Yani menanyakan kepada beliau melalui email, apakah benar beliau lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam. Dan beliau mengiyakan. Setelah menanyakan kebenaran hal ini kepada pihak Universiteit van Amsterdam, ternyata pihak Universiteit van Amsterdam memberikan klarifikasi melalui email (lihat attachment “Klarifikasi Universiteit van Amsterdam”) bahwa tidak pernah ada student bernama Dyah Kartika Rini Djoemadi terdaftar di Universiteit van Amsterdam. Bahkan, di website School of Economics Universiteit van Amsterdam (http://ase.uva.nl/aseresearch/object.cfm/objectid=DA8E9304-C6EB-4172-AD771508C05A11DB) yang menampilkan daftar nama lulusan PhD yang berhasil mempertahankan disertasinya di bidang Ekonomi Makro di universitas tersebut sejak tahun 2005 sampai dengan 2011, tidak tercatat nama Dyah Kartika Rini Djoemadi. Informasi dari rekan Aprina Murwanti (University of Wollongong, Australia), DIKTI juga tidak pernah mencatat penyetaraan ijazah luar negeri dari Belanda – dalam bidang ilmu apapun – atas nama Dyah Kartika Rini Djoemadi (silakan lihat http://ijazahln.dikti.go.id/v4/detail_negaraptr.php?kodept=604017&page=1 ). 
 
Pertanyaan yang mengusik benak saya adalah:
SATU 
Apabila beliau menyelesaikan Master di Komunikasi UI pada tahun 2002 dan pada April 2007 serta Februari 2009 mengaku masih menyelesaikan program Doktoral di Komunikasi UI, lalu bagaimana bisa beliau mencantumkan gelar PhD bidang Ekonomi Makro dari Universiteit van Amsterdam pada tahun 2011? Setahu saya, program Doktoral di Belanda tidak bisa diselesaikan dalam waktu 2 tahun saja. Jadi, bagaimana mungkin..? 
 
DUA
Apabila nama beliau tidak terdaftar di database Universiteit van Amsterdam, tidak tercatat sebagai lulusan di School of Economics, Universiteit van Amsterdam, dan tidak tercatat dalam daftar lulusan luar negeri yang menyetarakan ijazahnya di Dikti, lalu bagaimana bisa beliau mencantumkan gelar PhD bidang Ekonomi Makro, Universiteit van Amsterdam dalam berbagai kesempatan dan pada berbagai media..? 
 
TIGA
Kalau memang beliau menempuh studi di Program Doktoral Komunikasi UI, bagaimana mungkin beliau mendapatkan gelar PhD..? Bukankah UI memberikan gelar DR – dan bukan PhD – kepada lulusan S3-nya..? Kalaupun beliau lulusan dari S3-UI, bagaimana mungkin, nama beliau di berbagai media selalu disebut sebagai lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam..? 
 
EMPAT
Kalau memang beliau adalah lulusan PhD dari Universiteit van Amsterdam sebagaimana yang beliau akui, lalu mengapa saat ini, beliau menghapus semua keterangan tentang riwayat pendidikan beliau di berbagai situs yang menampilkan profil atau CV beliau..? Dulu di situs LinkedIn, MySpace, profil Kompasiana, profil di perusahaan beliau, beliau selalu menyatakan diri sebagai lulusan PhD bidang Ekonomi Makro, Universiteit van Amsterdam. Record ini masih bisa dilacak di search engine Google sampai hari ini – dan sebagian besar sudah saya scan dan saya lampirkan dalam email ini. Namun, kalau kita membuka situsnya (tidak dari Google), keterangan bahwa beliau adalah lulusan PhD dari Amsterdam sudah dihapuskan. Apa yang sebenarnya terjadi..? 
 
LIMA
Upaya konfirmasi kepada beliau sudah dilakukan oleh banyak pihak. Melalui media Twitter (yang seringkali digunakan oleh beliau), banyak pihak – termasuk Pak Buni Yani di Leiden University, saya, Ibu Aprina Murwanti (University of Wollongong), pak Agung Tri Setyarso (Jepang),  dan lain-lain – meminta kepada beliau untuk menyebutkan (1) judul disertasi/penelitian PhD beliau, (2) nama supervisor PhD beliau, dan (3) tanggal defense sidang PhD di Universiteit van Amsterdam, namun tidak pernah dijawab dan tidak pernah direspon. Padahal, kalau memang (misalnya) terjadi kesalahan dalam system database di Universiteit van Amsterdam yang menyebabkan nama beliau tidak tercatat sebagai student maupun sebagai lulusan – informasi tentang judul penelitian dan nama supervisor serta tanggal defense itu bisa digunakan tidak hanya untuk mengkonfirmasi gelar PhD beliau, tapi juga untuk menyampaikan terjadinya kesalahan pencatatan dalam database universitas sekelas Universiteit van Amsterdam. Konfirmasi juga bisa dilakukan langsung kepada supervisor beliau, bukan..? Komputer dan database bisa saja mengalami error, tapi semestinya supervisor beliau akan masih mengingat beliau sebagai salah satu mahasiswa bimbingan PhD-nya. Sayang sekali, beliau tidak bersedia menyebutkan tiga informasi yang kami tanyakan di atas. 
 
Proses korespondensi antara rekan Buni Yani dan Kartika Djoemadi – di awal-awal munculnya “pertanyaan” tentang benar tidaknya gelar PhD tersebut, bisa dilihat di attachment “Korespondensi Email Dee Kartika”. 
 
Dengan rentetan kejadian ini, mau tidak mau, wajar saja jika muncul kecurigaan saya bahwa telah terjadi kecurangan atau mungkin kejahatan akademis – menggunakan gelar akademis tanpa hak. Saya sebagai seorang insan akademik merasa sangat terusik dengan hal ini. Yang membuat saya jadi gelisah adalah bahwa ada seseorang yang aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan, aktif di Partai Politik, dan aktif pula menjadi tenaga pengajar dan peneliti yang menggunakan gelar PhD tersebut tanpa hak. Dan, sayangnya, beberapa orang yang mengetahui kasus ini memilih untuk berdiam diri – ada yang beralasan “tidak mau mengorek-ngorek aib orang”, ada yang beralasan “demi persahabatan”, dan lain-lain. 
 

Saya juga tidak paham, bagaimana Kemendiknas atau Dikti/Ditnaga atau Universitas Indonesia atau Universitas Paramadina atau lembaganya Paramadina Public Policy Institute akan merespon dugaan pemalsuan gelar ini.  
 
Masa sih, mereka tidak tahu keributan yang terjadi di media Twitter selama hampir dua minggu ini..? Ataukah ini memang bukanlah kejahatan akademik sebagaimana yang saya kira selama ini..? Apakah memang benar, bahwa seseorang boleh saja dan sah-sah saja menyematkan atribut PhD (tanpa harus benar-benar memperolehnya secara sah) - lalu menggunakan atribut itu untuk tampil sebagai pembicara, sebagai peneliti di sebuah lembaga riset, sebagai dosen, dll..? Saya hanya berpikir, kalau kejadian seperti ini kita diamkan selamanya, niscaya hal seperti ini akan menjadi sesuatu hal yang lumrah terjadi di Indonesia. Betapa mengerikannya apabila hal itu betul-betul membudaya di dunia pendidikan Indonesia. 
 
Di sini, saya tidak bermaksud untuk mengorek-ngorek aib yang bersangkutan. Saya juga tidak berminat untuk jadi pahlawan kesiangan. Saya tidak kenal beliau secara personal, dan saya juga tidak kenal Marissa Haque yang sempat menjadi “musuh online” beliau. Posting ini saya tujukan di milis ini (1) sebagai bentuk keprihatinan saya akan kejadian yang sangat menyedihkan ini, (2) sebagai upaya “perlawanan” atas kejahatan akademis yang mungkin telah terjadi tapi tidak terlalu diperhatikan, dan (3) sebagai upaya permintaan tolong seandainya rekan-rekan Diktiers semua memiliki pandangan atau ide tentang apa yang sebaiknya dilakukan untuk menghadapi masalah ini. 
 
Demikian informasi ini saya sampaikan, semoga bermanfaat, dan menggugah kita semua untuk berbuat sesuatu. Maaf apabila ada rekan-rekan yang kurang berkenan dengan posting ini.  Maaf juga karena saya terpaksa melampirkan attachment yang ukurannya sangat besar. Mohon dimaklumi, karena meskipun isinya adalah file yang saya cetak dari Internet, sebagian besar file tersebut sudah susah untuk diakses (ada yang sudah dihapus, dll), terutama kalau kita tidak terlalu menguasai trik-trik pencarian menggunakan search engine. 


Terima kasih
Wassalaumalaikum wr.wb.

SONY KUSUMASONDJAJA 

 "Hari Ini Saya Masih Diserang oleh Dee Kartika Djumadi (Diduga Penjahat Cyber):  Mohon 
 Dibaca oleh Dr. Arif Satria, Prima Gandhi (HMI), Alvin Adam (Just Alvin), Addie MS & Memes"

Minggu, 08 Januari 2012

“Marissa Haque Fawzi: Terimakasih Mas Buni Yani @buniyani di Leiden, Belanda”

Just do the Best and Allah will do the Rest

Ketika kita di dzolimi oleh orang yang tidak dikenal, dan kita merasa fitnah yang dilontarkan itu keterlaluan kejinya, maka kita boleh meminta Allah Azza wa Jalla untuk menurunkan pertolongan-Nya melalui arah atau pintu yang tak terduga. Inilah yang terjadi ketika saya menangis di dada Ikang Fawzi suamiku tercinta atas fitnah di twitter.com yang dilontarkan oleh @deedeekartika trionya Memes addie MS dan Addie MS yang sering mengatakan bahwa “saya sakit dan segera cepat sembuh.” Dan hal tersebut selalu disebarkannya di twitter-nya atas nama @addiems. Sehingga terpkirkan oleh saya bahwa sayapun rasanya perlu suatu saat menceritakan siapa sebenarnya Addie MS, mengapa dia tidak suka sekolah, dan mengapa sejak dia baru menikah selalu menunjukkan ketidaksenangannya terhadap hobiku bersekolah!

Dee Kartika Djumadi Trionya Memes Addie MS Ternyata Bukan PhD dari Amsterdam Universiteit
Sebenarnya seluruh pemberkasan untuk penuntutan pidana pencemaran nama baik serta perbuatan tidak menyenangkan telah selesai kubuat. Memang terdengar sangat menyeramkan. Apalagi ditambah dengan ancaman hukuman dari UU ITE yang kami (saya dan tim pengacara) akumulasikan. Namun apakah proses hukum tersebut akan terus saya jalankan, tergantung kepada hasil pertemuan saya dengan Dekan FEMA IPB Dr. Arif Satria besok sore atau lusa sore di kantornya.

Terhadap kejahatan yang ditimpakan ke saya, alhamdulillah telah bantuan  Allah dari arah tak terduga. Seseorang di negeri Belanda yang bekerja sebagai periset atas nama @buniyani, tanpa diminta telah membuka kedok Dee Kartika Djumadi atas nama twitter @deedeekartika yang mengaku sebagai seorang PhD, ahli ekonomi makro, kader Partai Demokrat, dan pemilik perisahaan “Spin Doctor.”
Kedok yang berhasil diungkapkan oleh @buniyani atas dusta Dee Kartika Djumadi alias @deedeekartika adalah bahwa dia:
(1) tidak pernah lulus dari program doktor di Amsterdam Universiteit; (2) namanya tidak juga terdafar di sana; (3) patut diduga S2 dia dari FISIP UI jurusan Komunikasi juga bodong. Sehingga kita semua sekarang jadi tahu kapasitas Dee Kartika Djumadi atas nama twitter @deedeekartikaitu sesungguhnya bagaimana ya? Yah, kelasnya penipu barangkali ya?
Banyak Pendukung yang Baik Para Kekasih Allah
Semisal: @MarissaFHUFM, @MarissaFEBUGM, @ikangichalovers, dan lain sebagainya yang sesungguhnya baru saya kenal belakangan. Juga yang bernama Wendy, Vavai, Linda, Kirana, Petrus, Khaki, Buana, dan lainnya. Lihatlah semacam dukungan dan permintaan semacam di bawah ini:
Kakanda Buni Yani di Amsterdam, mohon kiranya dpt terus dipantau kebohongan utk & ya?

Ada juga Bang Vivayoga teman KAHMI dari PAN DPR RI, semisal:
Viva Yoga Mauladi
“Nama lengkapnya: Buni Yani Kartika..” hehe.. Pizz.. yang ngeledek menggabungkan nama Mas Buni Yani dengan Dee Kartika Djumadi.
Jadi sebenarnya siapasih si Dee Kartika Djumadi alias @deedeekartika? Baiknya barangkali kita simak hasil investigasi Mas Buni Yani dari Leiden, Belanda ya?, sebagai berikut:
Buni Yani

@ Deededeekartika adalah fellow PublicPolicyIns
Buni Yani

@
argumentasi yg lemah. kalau anda di politik mestinya anda bersih2 mulai dr hal2 kecil ini. jgn ada kebohongan.
Buni Yani

@
mari kita jaga ruang publik kita agar selalu melindungi kebenaran. kalau tak bergelar phd jangan ngaku2.
Buni Yani

@
mas, aku salut sama sampean membela teman, tapi monggo hati2 ya, mari kita sama2 cek. sy tetap respek sama anda.
Buni Yani

@
belum final kesimpulan kita apakah dia tdk tamat dari UvA karena sdg menunggu konfirmasi dari almamater
Buni Yani

@
apa sampean bisa lht nama dia?
Buni Yani

22. ttp utk mengetahui secara persis, kita harus menunggu konfirmasi secara resmi dari universiteit van amsterdam
Buni Yani

21. tak ada nama si tokoh dlm daftar dsertasi UvA ini
Buni Yani

20. jadi mari kita sama2 menjaga ruang publik kita agar tak dipenuhi kebohongan shg mutual trust society bisa kita bangun. SEKIAN.
Buni Yani

19. sekecil apa pun sumbangan kita kpd ruang publik indonesia, ini akan selalu menjadi sumbangan yg berharga
Buni Yani

18. ini juga akan membuat tokoh lain yg tak jujur akan berpikir 2x utk melakukan ketidakjujuran
Buni Yani

17. sikap demikian akan memberikan pembelajaran kpd kita semua agar tak 1 pun tokoh mengambil keuntungan dari kebohongan
Buni Yani

16. karenanya sejak awal kita harus memberlakukan sikap skeptis thd setiap klaim yg dibuat para tokoh yg mencurigakan
Buni Yani

15. kita tak ingin timbulnya social distrust gara2 banyaknya kebohongan publik yg dibuat pelaku politik, ekonomi, budaya
Buni Yani

14. kita harus bersama-sama menjaga agar kejujuran dikedepankan dlm setiap ruang ekonomi, politik+budaya indonesia
Buni Yani

13. dia mantan caleg salah satu parpol, tetapi dlm twitnya selalu bilang tak berafiliasi politik
Buni Yani

12. banyak kejanggalan mengenai tokoh kita ini yg perlu ditelusuri lebih jauh utk membuat ruang publik kita dipenuhi kejujuran
Buni Yani

11. siapa pemilik akun ? dari gaya bhs, sikap, dllnya, kelihatannya akun ini dimiliki oleh tokoh kita itu.
Buni Yani

10. lalu tiba2 saya dikirimi twit oleh yg merekomendasikan tokoh kita ini betul pengajar UI, tamat s1, s2, s3
Buni Yani

9. fakta ini membuat saya semakin curiga tokoh kita ini menggunakan gelar phd dlm namanya utk keuntungan pdhal tak bergelar
Buni Yani

8. utk ngeles, dia bilang sdg ada di breda, kembali ngecek weather forecast, ternyata di breda juga tak ada salju, yg ada hujan
Buni Yani

7. dlm twitnya kpd dia bilang sdg di amsterdam yg bersalju, di belanda tak ada turun salju, saya sejak okt di sini.
Buni Yani

6. bgm tdk curiga dia ke amsterdam th 2008, tetapi belum genap 3 th sdh phd, ini rasanya jarang terjadi. kita akan cek info ini.
Buni Yani

5. kabarnya bahkan tokoh kita ini tamat s2 kom ui saja tdk.
Buni Yani

4. karena tinggal di belanda sy diminta teman utk mengecek apa betul dia betul tamat amsterdam.
Buni Yani

3. karena agresivitas ini, publik jadi penasaran ingin tahu siapa sebetulnya si penyerang yg mengklaim alumni phd amsterdam ini.
Buni Yani

2. dia menyerang salah 1 politisi mantan artis yg kabarnya punya masalah dg studi doktoralnya di ipb.
»
Buni Yani

1. seseorang di twitter memakai gelar phd di web perusahaannya, mengklaim tamat ekonomi makro universiteit van amsterdam belanda

Saya Telah Lulus Program Doktor dari IPB
Berikut bukti kenanganku Marissa Haque Fawzi saat  lulus ujian Doktor dari IPB
http://youtu.be/nGwiM9AQQRQ
Semoga Addie MS dan Memes juga Deee Kartika djumadi legowo bahwa saya layak jadi Doktor dengan dignity dari salah satu respectable univeristy di Indonesia bernama IPB. Dan saya menyarankan agar mereka bertiga turut mencicipi nikmatnya menjadi mahasiswa atau mahasiswi di IPB, sebagai kampus menyenangkan dan gudang ilmu.

Apa Rasanya Addie MS dan Memes Punya Mitra Kerja Dee Kartika Djumadi ya?
Saya jadi ingat disaat Mas Adji Soetama dan Ikang Fawzi suamiku muncul di Metro TV untuk mengenang kepergiaan Mas Utha Likumahuwa dan mengumpulkan donasi untuk keluarganya, ternyata yang menjadi pimpinan pengumpulan dana adalah si Dee Kartika Djumadi. Lalu saya juga ingat ‘bisik-bisik’ diantara teman jurnalis infotainment, bahwa si ‘tokoh’ yang mengatasnamakan ketua pengumpulan dana itu mendapatkan dana besar dari Ketua Umum Partai demokrat bernama Bang Anas Urbaningrum sebesar Rp 100 juta,-. Karenanya Dee Kartika Djumadi bisa nyanyi trio bersama suamiku Ikang Fawzi dan Adjie Soetama. Gambarnya adalah sebagai berikut di bawah ini:
Karena fungsinya sebagai “kurir” dana sumbangan tersebut karenanya patut diduga dia dengan leluasa menempatkan dirinya dalam jajaran artis atau figur publik terkenal di Indonesia. Karena tak lama setelah aktivitas tersebut album Trio Memes Addie MS yang diproduseri oleh dekan FEMA IPB bernama Dr. arif Satria alias @arif_satria lalu muncul di pasaran.

Saya jujur terluka! Bahkan merasa terhina oleh komentar yang dilakukan oleh Dee kartika Djumadi dengan mengatasnnamakan Dekan FEMA IPB Dr. Arif Satria @arif_satria, sebagaimana yang saya lampirkan di bawah ini:

Saya yakin rasa terluka saya yang dalam berikut rasa pahit karena dihina dapat menjalar kepada para pembaca blog saya dimanapun anda berada. Lebih jauh, saya semakin terluka karena Addie MS suami Memes yang merupakan kawan SMA suamiku ikut-ikutan memberikan komentar tidak menyenangkan, sebagaimana saya tunjukkan di bawah ini:
Addie MS dari sejak lama memang merasa terganggu atas hobiku yang bertolakbelakang dengan dia. Selama masa perkawinan saya memang saya cuekkan karena memang nafsi-nafsi saja! Beda dunia dan ladang tempat mencari nafkah. Saya memang mulai merasa sangat terganggu dengan ‘hobi’ pamer payudara para artis penyanyi lawas Indonesia seangkatan saya. Dan kegusaran saya itu sering saya sampaikan ke Ikang Fawzi suami saya karena itu dunia nyanyi dia. Entah mungkin karena Ikang Fawzi suamiku tahu saya tidak suka dengan ‘gerakan jualan payudara’ para artis lawas dan ternyata dalam show “Odessey” Vina Panduwinata berpakaian seronok semacam yang saya gusarkan, lalu saya tidak diundang!

Yang parah adegan manggung Vina Panduwinata dengan payudara hanya 1/3 tertutup, pakai berpelukan dengan Ikang Fawzi suamiku! dengan adanya kejadian di atas panggung tersebut, membuat saya sempat mendiamkan suami untuk waktu yang lumayan lama! 

Rasa jijik dan terlukaku demikian dalam. Khususnya karena saya sangat-sangat kenal siapa dan bagaimana gaya bergaul Vina Panduwinata yang sangat “ramah” alias “rajin menjamah.”

Sehingga, bagaimana saya bisa dibilang sakit dan Addie MS yang normal? Padahal adegan di acara “Oddesey” itu dekat dengan saat dia mau pergi haji. Sesungguhnya saya tidak peduli, termasuk ketidakmampuan diamenasehati istrinyapun saya tidak perduli!

Rupanya saat berhaji itulah dia berkenalan dengan Dekan FEMA IPB @arif_satria seperti apa yang didapatkan di akun twitter-nya.

Addie MS dan Memes memang media darling, dan dia punya kawan media yang sering juga menyerang saya bernama Denny Sakrie. Lagi-lagi saya tidak kenal dia, sehingga komentar saya hanya pada beberapa gambar poster lama saya prosuksi Pak Raam Punjabi yang dia tayangkan di koleksi gambar twitter-nya. Tapi untuk apa coba Bang Denny sakrie melakukan semua itu terhadap saya? Bukankah anatar dia dan saya tidak ada urusannya? Saya akan up-load-kan foto Denny Sakrie dan Addie MS di lain waktu, Juga Dekan FEM IPB dan Addie MS saat berhaji tahun lalu. Ada apa dengan semua itu? Kenapa saya harus mereka korbankan? Siapa master-mind di belakang ini semua?

Sebenarnya saya salut dan bangga dengan apa yang sudah diraih Memes dan addie MS dan kedua putra mereka, dan berdoa semoga dalam waktu dekat kedua anak-anakku juga mampu memproduksi lagu dan musik seperti mereka. Jujur mereka berbakat dan produktif.  Sebagai yang pernah kenal dengan mereka saat masih kecil dulu, demi Allah saya turut bangga. Tapi dengan luka menganga di dadaku terkait dugaan kecemburuan mereka terhadap prestasi capaian akademikku, khususnya doktor dari IPB dengan dignity, kok rasanya  akan lamaaaa…. sekali baru akan sembuh.

Innalillahi wa innailaihi rojiuun... saya mencoba memaafkan mereka semua, walau hukum harus tetap dijalankan…

Mas Buni Yani saudaraku yang dirahmati Allah…may Allah bless you always my brother… Hati-hati di ranah orang, Belanda jauh, namun Allah Azza wa Jalla dekat ya Mas? Allahu Akbar!

Terimakasih banyak untuk semua investigasinya terhadap @deedeekartika alias Dee Kartika Djumadi sang PhD bodong dari Amsterdam Universiteit, Belanda,

“Marissa Haque Fawzi: Terimakasih Mas Buni Yani @buniyani di Leiden, Belanda”


Tragedi Trisaksti, Almamater Marissa Haque

Tragedi Trisaksti, Almamater Marissa Haque
Universitas Trisakti Jakarta, Dalam Tragedi 13-14 Mei 1998, adalah Almamater Marissa Haque

Entri Populer